Apakah penanganan Covid-19 terlalu berlebihan?

 

PSBB total kembali diberlakukan di Jakarta. Salah satu dampaknya adalah masjid raya atau masjid yang berada di tempat keramaian harus meniadakan shalat berjamaah dan shalat Jumat.

 

Sementara dalam kitab Al-Ahkam Asy-Syar’iyyah Al-Muta’alliqah bi Al-Waba’ wa Ath-Tha’uun disebutkan bahwa meninggalkan shalat berjamaah dan shalat Jumat dibolehkan hanya ketika khawatir tertimpa bahaya yang sudah nyata dan jelas ancamannya.

 

Apakah Covid-19 merupakan bahaya yang nyata dan jelas ancamannya?

 

Jika kita masuk ke pemukiman-pemukiman padat di Jakarta, akan kita dapati mayoritas warganya cenderung abai dengan protokol kesehatan terkait Covid-19, seperti misalnya tidak menggunakan masker.

 

Hal ini karena mereka menganggap Covid-19 bukanlah bahaya yang nyata dan jelas ancamannya.

 

Saat dahulu mendengar berita Covid-19 mewabah di China, pikiran orang-orang kebanyakan cenderung membayangkan tubuh-tubuh manusia yang jatuh bergelimpangan di jalan.

 

Dan ternyata hal itu tidak terjadi di Jakarta. Sehingga orang-orang kebanyakan yang tinggal di pemukiman padat tersebut menganggap Covid-19 bukanlah bahaya yang nyata dan jelas ancamannya.

 

Justru bahaya kelaparan yang terlihat nyata dan jelas ancamannya bagi mereka.

 

Kematian tanpa penyakit penyerta (komorbid) dan kaum lansia

 

Berdasarkan data per 3/6/2020, angka kematian tanpa komorbid (penyakit penyerta) proporsinya 7,31%.[1]

 

Penyakit penyerta yang dapat memperparah hingga menyebabkan kematian pada pasien Covid-19, di antaranya adalah hipertensi, diabetes, penyakit paru-paru, penyakit jantung, dan DBD.

 

Kaum lansia, sama halnya seperti komorbid, mereka rentan terkena virus corona karena imunitasnya yang cenderung rendah. Kelompok usia yang mendominasi angka kematian akibat Covid-19 adalah lansia berusia 60 tahun ke atas dengan presentase 42.3%.[1]

 

Rendahnya proporsi kematian tanpa komorbid, serta dominasi kematian di kalangan lansia, menunjukkan Covid-19 belum menjadi bahaya yang mengancam secara langsung mayoritas warga.

 

Penanganan yang berlebihan?

 

Selama 6 bulan terakhir, kasus Covid-19 di Jakarta didominasi 50% kasus OTG dan 35% kasus gejala ringan-sedang.[2]

 

Artinya, 85% penderita tersebut cukup ditangani melalui isolasi mandiri. Namun, Pemprov DKI berencana mengisolasi semua orang yang positif virus corona (termasuk OTG) di fasilitas kesehatan milik pemerintah.

 

Akibatnya, fasilitas kesehatan milik pemerintah akan penuh, tenaga kesehatan akan lelah sehingga menurunkan imunitas mereka.

 

"Menangani pasien sedang dan berat saja, kami tenaga kesehatan kelelahan, apalagi ditambah OTG yang jumlahnya hampir 70% dari mereka yang terinfeksi," kata dokter spesialis paru-paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Faisal Yunus kepada wartawan BBC News Indonesia.[3]

 

Mencari metode penanganan yang efisien

 

Rencana peniadaan isolasi mandiri merupakan salah satu bentuk penanganan Covid-19 yang berlebihan. Padahal, dengan kondisi infrastruktur kesehatan yang terbatas, dibutuhkan metode penanganan yang lebih efisien.

 

Swedia adalah salah satu negara yang memiliki metode penanganan Covid-19 secara efisien. Tidak ada lockdown di Swedia. Namun warga Swedia dengan taat selalu melakukan dua hal mendasar, yaitu cuci tangan dan social distancing.[4]

 

Cara lainnya adalah selalu menjaga imunitas, serta memberikan perhatian lebih (seperti olahraga dan asupan gizi) bagi kelompok masyarakat yang rentan terinfeksi Covid-19, yaitu orang yang memiliki penyakit bawaan (komorbid), kaum lansia, dan tenaga kesehatan.

 

Dengan adanya rencana peniadaan isolasi mandiri, dapat pula dipertimbangkan bagi orang-orang yang tidak memiliki gejala, untuk tidak melakukan tes Covid-19.

 

Karena jika hasilnya positif, walaupun OTG, akan tetap diisolasi di fasilitas kesehatan. Sehingga menambah beban tenaga kesehatan, dan mengurangi peluang ketersediaan tempat bagi orang yang terinfeksi Covid-19 dengan gejala sedang-berat.

 

Wallahu a'lam

 

عبد الله البروليتاريا السلفي

 

[1] https://health.grid.id/read/352246292/tergolong-rentan-terinfeksi-hingga-berujung-kematian-3-kelompok-ini-dilindungi-pemerintah-di-masa-pandemi?page=all (diakses pada 15/9/2020, pukul 14.32).

 

[2] https://travel.okezone.com/read/2020/09/10/406/2275375/jakarta-psbb-lagi-seluruh-tempat-wisata-dan-hiburan-ditutup?page=2 (diakses pada 15/9/2020, pukul 14.35).

 

[3] https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54001733 (diakses pada 15/9/2020, pukul 14.45).

 

[4] https://www.kompas.com/global/read/2020/09/14/073642570/cara-santai-swedia-tangani-virus-corona-yang-ternyata-manjur?page=all (diakses pada 15/9/2020, pukul 15.52).

 

Komentar