Pasca gencatan senjata antara Erdogan dan Putin pada 6 Maret 2020, aliansi
oposisi Suriah yang didukung Turki semakin tersudut. Rezim Suriah dan sekutunya
berhasil merebut lebih dari 200 kota dan desa yang sebelumnya dikuasai oposisi.
Dukungan total Iran dan Rusia telah memperkuat kedudukan rezim Suriah.
Namun secercah harap muncul dari merebaknya wabah Covid-19 serta perang harga
minyak antara Arab Saudi dan Rusia.
Wabah Covid-19
Hingga saat ini, Covid-19 telah merenggut nyawa lebih dari 900 warga Iran.
Perekonomian Iran pun mengalami tekanan. Selain itu, Iran juga menjadi sumber
penularan Covid-19 di kalangan pendukung rezim Suriah.
Menteri kesehatan Pakistan, Zafar Mirza, mengatakan bahwa sebagian kasus
Covid-19 di Pakistan berasal dari anggota Liwa Zainebiyoun (milisi Syiah
Pakistan) yang pulang ke Pakistan setelah ikut bertempur mendukung rezim
Suriah.
Di Lebanon, milisi Syiah Hezbollah yang pulang setelah bertempur mendukung
rezim Suriah, turut serta membawa Covid-19. Akibatnya, Lebanon pun menyatakan
negaranya dalam keadaan darurat karena Covid-19.
Rezim Suriah sendiri belum mengakui bahwa Covid-19 telah merebak di
negaranya. Namun Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa wabah
Covid-19 telah muncul di wilayah-wilayah yang dikuasai rezim Suriah, seperti
Tartous, Damaskus, Homs dan Latakia.
Perang Harga Minyak
Covid-19 telah menurunkan deru industri di banyak negara. Hal ini membuat
minyak mentah kelebihan pasokan sehingga harganya pun turun. Arab Saudi lalu
mengajak negara-negara produsen minyak untuk menurunkan produksi minyak agar
harga minyak naik kembali.
Namun Rusia menolak. Arab Saudi pun marah sehingga memutuskan untuk
meningkatkan produksi minyaknya serta menjualnya dengan harga murah, sekira 30
dolar/barel. Dan ini baru permulaan, Arab Saudi masih akan menurunkan harga
minyaknya.
Biaya produksi minyak mentah Arab Saudi sekira 10 dolar/barel (per 2016).
Sementara biaya produksi minyak mentah Rusia sekira 20 dolar/barel (per 2016).
Jika harga minyak dunia jatuh ke 20 dolar/barel, Arab Saudi masih untung
sedangkan Rusia akan merugi.
Hal ini pernah terjadi pada 1985-1986. Arab Saudi membanjiri pasar minyak
dunia sehingga harga minyak anjlok dari 32 dolar/barel menjadi 10 dolar/barel.
Uni Soviet (negara pendahulu Rusia) pun kehilangan 7,5 persen pendapatan
tahunannya dan mengalami resesi ekonomi.
Kondisi Turki dan Arab Saudi
Saat ini Covid-19 turut mewabah di Turki dan Arab Saudi. Turki telah
menutup kafe, tempat hiburan dan rekreasi umum. Sementara Arab Saudi juga
menutup mal, restoran, serta mengunci wilayah Qatif (basis kelompok Syiah) yang
banyak bermunculan kasus Covid-19.
Jika Turki dan Arab Saudi bisa meminimalisasi dampak Covid-19 dan perang
harga minyak, mereka berpeluang membalik keunggulan yang saat ini dimiliki Iran
dan Rusia. Setidaknya, hal ini akan memberi jeda bagi konflik yang terjadi di
Suriah.
Wallahu A'lam
Komentar
Posting Komentar