Kisah 2 Penerjemah Al Qur'an



Saat ini ada 2 terjemahan Al Qur'an dalam bahasa Inggris yang paling luas digunakan, yaitu terjemahan Qur'an karya Abdullah Yusuf Ali, dan terjemahan Qur'an karya Marmaduke Pickthall. Berikut ini kisah hidup 2 penerjemah tersebut.

Abdullah Yusuf Ali

Abdullah Yusuf Ali (1872 – 1953) lahir di Bombay, India. Ali mendapat beasiswa di Universitas Cambridge, Inggris, kemudian bekerja di layanan sipil pemerintah kolonial Inggris di India. Pada tahun 1900, Ali menikah dengan Teresa Mary Shalders di Gereja St Peter di Bournemouth.

Khizar Humayun Ansari, penulis biografinya di Oxford Dictionary of National Biography, mengatakan bahwa Yusuf Ali adalah seorang Anglophile (pencinta Inggris dan budayanya). Ali tekun membina hubungan dengan anggota elite Inggris, serta menyatakan kekagumannya terhadap freemasonry.

Pernikahannya kandas dengan Teresa Mary Shalders pada tahun 1912. Hubungannya pun memburuk dengan anak-anaknya sehingga ia kemudian memilih untuk tinggal di National Liberal Club.

Saat Perang Dunia I (1914 – 1918), banyak muslim di wilayah kekuasaan Inggris yang tidak nyaman jika harus mendukung Inggris melawan sesama muslim dari Kekhalifahan Utsmaniyah. Namun Ali menjadi pendukung utama Inggris. Ali memberikan ceramah dan tulisan untuk mendukung Inggris dalam peperangan tersebut.

Ali kemudian menikahi Gertrude Anne Mawbey pada tahun 1920, tetapi pernikahan ini juga mengalami kegagalan. Pada tahun 1934, Ali mempublikasikan bukunya, terjemahan Qur’an dalam bahasa Inggris, yang berjudul “Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary.”

Pada tahun 1947, India memperoleh kemerdekaan. Ali pulang ke India untuk mengambil jabatan politik, namun usahanya tidak berhasil sehingga ia kembali ke London. Di London, Ali diabaikan oleh keluarganya dan pemerintah Inggris. Tanpa tempat tinggal tetap, Ali menghabiskan hidupnya di National Liberal Club dan berkeliaran di jalan-jalan London.

Pada Desember 1953, Ali ditemukan dalam kondisi linglung di Westminster oleh polisi. Ali kemudian ditempatkan di sebuah panti jompo, namun tak lama kemudian ia mendapat serangan jantung dan meninggal. Tidak ada kerabat yang mengurus jenazahnya. Komisi Tinggi Pakistan kemudian menguburkannya di bagian muslim dari pemakaman Brookwood.

Marmaduke Pickthall

Marmaduke William Pickthall (1875 – 1936) lahir di Cambridge Terrace, London, putra dari seorang pendeta Anglikan. Pickthall bersekolah di Harrow School dan menjadi teman sekelas Winston Churchill (Perdana Menteri Inggris pada Perang Dunia II).

Pickthall banyak mempelajari kebudayaan dan negara-negara muslim. Pickthall menyatakan keislamannya secara dramatis setelah memberikan ceramah tentang ‘Islam dan Kemajuan’ kepada Muslim Literary Society di Notting Hill, London Barat. Ia kemudian menggunakan nama Muhammad Marmaduke Pickthall.

Saat Perang Dunia I (1914 – 1918), umat Islam yang berada di wilayah kekuasaan Inggris diminta untuk mendukung Inggris melawan Kekhalifahan Utsmaniyah. Namun Pickthall menyatakan bahwa ia bersedia bertempur untuk negaranya asalkan tidak berperang melawan orang-orang Turki Utsmaniyah.

Pickthall kemudian dikenakan wajib militer dan menjadi kopral yang bertanggung jawab atas rumah sakit isolasi influenza.

Pada tahun 1920 ia pergi ke India bersama istrinya untuk bekerja sebagai editor surat kabar Bombay Chronicle. Di India, dia menyelesaikan terjemahannya yang terkenal puitis, “The Meaning of the Glorious Quran.”

Pickthall merupakan orang Inggris pertama yang menerjemahkan Qur’an dalam bahasa Inggris. Pada tahun 1935, ia kembali ke Inggris dan meninggal pada tahun 1936. Muhammad Marmaduke Pickthall kemudian dimakamkan di bagian muslim dari pemakaman Brookwood.

Muslim Berkarakter, Wala' wal Bara'

Wala’ berarti mencintai, membela, dan dekat. Sedangkan Bara’ berarti menjauh, menjaga jarak/batasan, dan berlepas diri. Seorang muslim harus memahami Wala' wal Bara', siapa pihak yang harus dicintai dan dibela, serta siapa pihak yang harus dijaga jarak dan batasannya.

Abdullah Yusuf Ali menjadi contoh seorang muslim yang terpukau akan keunggulan duniawi bangsa kafir. Sebenarnya hal yang manusiawi jika kita mengagumi keunggulan duniawi orang kafir. Hal ini agar kita bisa belajar dan mengambil hal yang baik dari keunggulan mereka.

Islam pun membolehkan muslim untuk bergaul, berteman, dan bermuamalah dengan orang kafir. Namun kita tetap harus paham bahwa ada batas antara muslim dan kafir. Batas inilah yang membuat kita tahu siapa yang harus lebih dicintai dan dibela.

Sementara Muhammad Marmaduke Pickthall adalah contoh seorang mualaf yang berusaha memberikan Wala’, pembelaannya kepada sesama muslim. Padahal saat itu negaranya sendiri, Inggris, sedang berperang dengan negara muslim, Turki Utsmani.

Namun Muhammad Marmaduke Pickthall tetap menunjukkan karakternya sebagai seorang muslim, memberikan Wala’ dan Bara’ semaksimal kemampuannya.

Semoga kita dapat seperti itu. Di saat identitas muslim identik dengan keterbelakangan, sementara identitas kafir identik dengan keunggulan ekonomi dan teknologi. Namun kita tetap memilih untuk membela dan mencintai umat Islam. Sehingga kita pun dapat memperbaiki kekurangan yang ada di internal umat Islam.

Wallahu A’lam.

Sumber bacaan:
[1] https://en.wikipedia.org/wiki/Abdullah_Yusuf_Ali (diakses pada 31 Desember 2019, pukul 9.51)
[2] https://en.wikipedia.org/wiki/Marmaduke_Pickthall (diakses pada 31 Desember 2019, pukul 10.39)


Komentar